Monday, September 1, 2014

Secuil Kisah 40 Km Bersepeda



Persiapan jam6.30, pompa ban, pemanasan.Niatnya sih mau ngajak tetangga tp akhirnya sendiri. Hanya dengan membawa uang 60rb dan sengaja tidak membawa HP saya berangkat dari Titik A dengan kecepatan sedang dan perjalanan dimulai. Dengan penuh semangat ku kayuh sepeda tetanggaku, maklum saya ga punya sepeda hahaha.. Jd ini ceritanya tentang perjalanan saya dengan sepeda pinjeman wkwkwk LOL :))

Note: Cerita ini akan panjang tanpa ada foto-foto. Namun saya coba menulis dengan mendeskripsikan dengan sejelas-jelasnya menggunakan gaya bahasa yang sedikit alay agar pembaca dapat merasakan apa yang saya alami pada saat itu. Selamat membaca :)

Awalnya tak ada niatan untuk sepedaan, cuma kok malamnya terlalu banyak kolesterol yang saya konsumsi. Teringat perkataan sang Ustad yg nyambi jd Dokter tentang cara ngakali makanan "enak" yg berkolesterol tinggi. Beliau menjelaskan bahwa makanan "enak" itu harus dibatasi jumlah konsumsinya, namun apabila terlanjur makan banyak maka carilah penangkalnya. Misal jika makan daging terlalu banyak maka kita bisa menangkalnya dengan sayur buncis. Namun ketika tidak ada buncis atau penangkal lain makan kita harus extra olahraga supaya kolesterol tadi tidak banyak ditimbun oleh tubuh. Makanan itu tidak cuma halal saja, namun juga harus Thoyib dan Barokah, begitu tambah sang Ustad yg nyambi jd Dokter.

Sebelumnya belum terpikirkan mau spedaan kemana. Intinya sih membakar kolesterol semalam hehehe Akhirnya saya putuskan untuk mencari rute yang bebas polusi - jalur selatan. Demi mencari jalanan yang bebas polusi saya bela-belain ngangkat sepeda menyebrangi ring road yang pembatasnya cukup tinggi. Pada Titik B saya mengangkat sepeda federal keluaran tahun 80-an. Tau sendiri kan sepeda jaman dulu body nya besi asli brooooo asliiiiiiii berat hahaha.. Tapi tak apalah daripada harus muter cari potongan jalan agak jauh mending ngangkat sepeda deh :D

Melewati Titik C adalah rumah Sensei Karate ku dulu waktu masih SD. Sensei itu panggilan untuk orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi atau bisa disebut juga Guru Karate. Lanjut menuju ke Selatan melewati Titik D di dekat SMA Banguntapan 2 tempat biasanya saya maen basket tiap Ahad sore. Tapi saat ini udah jarang basket lagi. Dulu sempat bikin kaos tim dengan nama "ENDMORE". Ntah itu filosofinya dari mana. Mungkin maksudnya adalah ketika sudah berakhirnya pertandingan "END" tapi rasanya masih pengen maen lagi "MORE" hahaha Ini hasil karangan saya saja.. Mungkin bisa saya tanyakan pada sesepuh tim lain waktu. Tim basket saya ini terbentuk dari kumpulan beberapa kampung yang memang tidak saling kenal.
"Olahraga itu cari sehat dan cari seneng, klo mau cari menang mending maen di club aja sono" mungkin itu slogan tim basket kami yang memang tidak peduli kalah atau menang yg penting happy hehehe

Ku kayuh sepeda tetanggaku tanpa henti, ketika melewati Titik E ada hal yang menarik perhatian saya. Sepanjang Titik E dan F ada beberapa penjual burung. Burung yang dijual beraneka macam. Sepertinya lain waktu saya perlu mengulanginya kembali ke sana karena saya yakin harganya jauh lebih murah dibanding di kota. Tidak hanya burung saja namun di situ juga ada pengrajin sangkar burung. Mungkin buat teman2 yg punya hobby perburungan bisa datang ke sini. Coba bandingkan harganya sapa tau bisa jadi ladang bisnis hehehe

Titik F merupakan awal dari "pendakian"  saya. Awalnya sih ga pengen cari rute menanjak, tapi banyak hal yang membuat saya kepencut untuk mencoba rute baru. Akhirnya saya beranikan diri untuk mencoba rute yang belum pernah saya lewati. Dan parahnya saya tidak membawa HP untuk mengecek location pada googlemaps. Kalo saya bawa HP kemudian tau rutenya jauh & menanjak, mungkin blog ini tidak jadi dibuat hahaha

Dan BENAR!! baru beberapa kilometer saja saya SEKARAT di Titik G. Rasanya benar2 mau muntah, mual, dan mau pingsan. Jantung berdetak tak hanya di sekitar dada saja namun sampai daun telinga pun ikut berdetak. Ini ciyusssss lohhhh. Detak jantungnya ga selow banget. Dada berasa dipukul, tapi dipukul dari dalam karena saking kerasnya detak jantung. Sampai dada terasa nyeri karena pukulan-detak-jantung (istilah baru nih). Akhirnya saya tergeletak di jalan seorang diri tanpa ada yang menemani *malah drama* hahaha berhubung ada juga yang belalu lalang di jalan akhirnya saya pindah tidur di atas buk - semacam pondasi untuk penyekat pada kali (baca: sungai kecil). Saya tidak menyangka rutenya bakal banyak tanjakan.

Sekitar 10-15 menit saya tiduran. Alhamdulillah ga jadi muntah ga jadi pingsan. Mikir-mikir juga mau pingsan sapa yg mau nolong, lha wong tiduran di buk aja cuma diliatin doank, mungkin dikiranya ada orang kota yang sedang menikmati indahnya suasana pedesaan kali ya jadi dicuekin aja hahaha Kemudian saya lanjutkan perjalanan meskipun jalanan menanjaknya Masya Allah. Tak kusangka ternyata ada juga sekolah di pelosok desa seperti ini. Titik H merupakan MI Ngliseng, MI itu singkatan Madrasah Ibtidaiah yang setara dengan SD dan Ngliseng adalah nama daerah tersebut. Saya kagum dengan pendiri sekolah itu, bagaimana bisa mendirikan sekolah padahal di pelosok desa. Kalau bukan karena semangat ingin mencerdaskan anak bangsa dengan ikhlas mana mungkin ada sekolah dibangun di situ. Four Thumbs buat pendirinya! Semoga para guru, dosen, ataupun pengajar yang lain juga memiliki semangat seperti itu. Karena ilmu yang bermanfaat itu termasuk amal jariyah -amalan yang tidak terputus ketika sudah meninggal- jadi jangalah kalian gunakan ilmu itu untuk ladang bisnis. Mengajarlah dengan ikhlas tanpa berharap banyak harta yang kalian dapat. Namun ingatlah selalu bahwa kebaikan akan dibalas dengan kebaikan. Allah tidak tidur lhooo.. daripada ngajar cuma pikirannya duit mending ngajar pikirannya bagaimana bisa mencerdaskan anak bangsa. Karena memiliki murid yang sukses itu lebih membanggakan daripada menjadi pengajar "sukses" yang bergelimang harta. Harta itu cuma titipan yang sewaktu-waktu dapat diambil Sang Pencipta. Jadi mulai sekarang berbuat baiklah kepeda sesama dengan Ikhlas, InsyaAllah kebaikan akan datang kepadamu. Memang seharusnya slogan "Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa" harus tetap dilestarikan. Karena guru yang baik selalu diingat kebaikannya sedangkan guru yg killer memang jg sama-sama diingat, tp mohon maaf klo yang diingat hanya keburukannya saja. Astaghfirullah..

Meniggalkan MI Ngliseng saya berpikiran bahwa jalan tidak menanjak lagi. Tapi tidak sodara-sodara sekalian!! TIDAK!!! Malah makin menanjak dan masih jauh. Motor aja naik pakai gigi 1 (baca: gear) bagaimana dengan saya??? Oh tidaaaaakkkkkkkkkk!!!!!! Mulai timbul dilema dalam diri saya. Apakah akan melanjutkan perjalanan menuju puncak atau menyerah dan kembali turun lagi? Seorang diri nuntun sepeda, tidak ada yang bisa dimintain pendapat, setelah saya berdiskusi dengan pemandangan di sekitar, dengan rumput yang bergoyang, dan beberapa burung yang berkicau, saya beranikan diri untuk lanjut terus menuju puncak. Meskipun harus terhenti 3-5 kali saya tetap berusaha dengan sisa tenaga sampai titik darah penghabisan *lebay* hahaha..

Sepanjang perjalan saya bertemu dengan warga sekitar, dan yang saya suka dari mereka adalah meskipun tidak saling kenal tapi tetap senyum dan menyapa saya. Saya teringat suatu hadits tentang "Senyum itu sedekah untuk saudaramu". Kalau kita cermati, sedekah itu tidak harus berupa harta benda, namun bisa dengan bantuan tenaga ataupun dengan pemikiran kita. Dan sedekah yang paling mudah adalah dengan senyum. 
 "Apa sih hebatnya senyum?"
Bahkan sampai ada hadits tentang senyum. Silahkan kalian searching di google. Sudah banyak penelitian profesor tentang senyum mulai dari menstimulus otak, meningkatkan kesehatan, hingga faktor menuju kesuksesan (sumber: Senyum). Namun saya tidak mau panjang lebar menjelaskan, yang saya rasakan pada saat warga senyum dan menyapa saya saat itu adalah saya merasa ada yang *pukpuk (baca: perhatian), menjadi merasa semangat kembali meskipun tenaga sudah habis. Setiap ada warga yang senyum dan menyapa, saya menjadi berpikiran positif bahwa di ujung jalan sana pasti ada puncak yang ntah berapa lama lagi bakalan sampai. Mulai kejadian itu saya suka senyum-senyum sendiri tapi bukan karena stres yaaa tapi memang karena merasakan manfaat senyum yang luar biasa. Yuk! mulai sekarang kita baiasakan 3S (Senyum Salam Sapa) jika bertemu dengan teman sodara atau siapapun yang belum kita kenal. Be Positive!


Tak beberapa lama akhirnya sampai juga di puncak!!! sepertinya saya tidak asing dengan jalanan yang ada di puncak tersebut. Ternyata memang benar, saya pernah ke daerah tersebut namun dengan mengendarai motor. Di sepanjang Titik I itu banyak hutan cemara biasanya untuk foto-foto pre-wedding atau foto buku tahunan karena memang tempatnya bagus.

Di titik tersebut timbul dilema lagi, karena menawarkan apakah mau lanjut terus melewati turunan Jalan Wonosari atau ke Barat turun lewat Pleret. Memang sih saya belum pernah mencoba turunan melewati Cinomati yang sungguh melegenda itu. Katanya di jalan itu pernah ada orang China yang meninggal karena melewati tikungan tersebut, sehingga mejadi legenda Cinomati. Mungkin lain waktu saja saya mencoba Cinomati dan saya putuskan untuk lanjut ke Titik J yang merupakan Koramil Pathuk. Mulai dari situ adalah kebahagiaan yang sangat mendalam buat saya. Bagi kalian yang pernah melewati Jalan Wonosari melewati Bukit Bintang tentunya kalian tau bagaimana jalanan daerah itu. Terlebih lagi ada Irung Petruk yang menjadi khas Jalan Wonosari-Pathuk.

Sepanjang jalan turunan saya tersenyum lebar. Tau kenapa? yang ditunggu-tunggu ketika sudah di puncak adalah menikmati hasilnya dengan jalan turunan yang WOW!!! yang paling membuat saya bangga adalah pada Titik K saya nyalip mobil, dan tidak tanggung-tanggung saya nyalip lewat kanan. Ntah berapa kecepatan sepeda pada waktu itu tentunya membuat saya tidak bisa berhenti tersenyum sepanjang jalan. PUASSSS!!!!!!!!! terbayarkan sudah usaha saya menempuh jalan menanjak hingga mau muntah dan pingsan hahaha..
Pelajaran yang dapat kita ambil dari perjalanan saya adalah jangan cepat PUAS ketika anda sedang mencoba sesuatu yang baru. Teruslah berusaha sampai menuju puncak kesuksesan. Ketika sudah di puncak pun masih ada dilema apakah akan CEPAT PUAS menikmati hasil ataukah mau mencari puncak yang benar-benar membuat anda BAHAGIA. Namun perlu diingat jalan di puncak pun tak semulus yang kita bayangkan, masih ada tanjakan yang kita lalui. Dan akhir perjalanan anda adalah menikmati kesuksesan dengan hasil jerih payah anda sendiri dan tentunya itu lebih PUAS!!!
Ketika perjalanan pulang teringat akan sahabat saya Diesta yang rumahnya di sekitar Jalan Wonosari pada Titik L. Tanpa memberi kabar saya langsung cusss ke rumah Diesta. Alhamdulillah ternyata Diesta ada di rumah dan tidak berpergian. Banyak hidangan yang disajikan kepada saya. Sungguh nikmat meminum secangkir wedhang secang saat itu. Badan terasa segar bugar lagi. Tak lupa camilan dan buah menemani wedhang secangku. Semoga Allah memberikan balasan rizki yang melimpah kepadamu dan keluargamu karena telah memuliakan tamu ketika berkunjung seperti yang dituntunkan oleh Rosulullah SAW Aamiin..

Waktu telah menunjukkan pukul 10.00, matahari mulai naik dan kuputuskan untuk pulang. Perjalanan pulang dengan santai ditemani asap kendaraan bermotor dan panasnya terik matahari seakan-akan membuat badan semakin lelah. Tapi efek wedang secang sepertinya tetap membuat saya semangat lagi. Melewati jalan utama itu memang tidak nyaman untuk pengendara sepeda maka saya putuskan untuk tidak melewati ring road. Saya memilih untuk melewati jalan kampung yang sedikit polusi pada Titik M. Finally, touch down sampe rumah jam 11 kurang, sedikit lama karena mampir beli kelapa muda dulu hehehe

Akhir perjalanan ini saya tutup dengan kelapa muda ditambah dengan susu kental manis. Yummy!

Terima Kasih telah menyempatkan waktu untuk membaca blog saya. Semoga bermanfaat :)


Rute 31 Agustus 2014

  • Jarak Tempuh +/- 40 Km
  • Waktu Tempuh +/- 3 Jam
  • Biaya Rp10.000,- (Kelapa Muda)

3 comments: